MENGAPA AKU MENCINTAI KAMMI?

OLEH : Abdul Jabbar
Ketua Umum KAMMI Komisariat Untan 2010-2011
Sekarang Ketua Umum Wilayah Kalimantan Barat
Sebelum mengungkapkan alasan mengapa saya mencintai KAMMI, ada baiknya saya ceritakan kepada Anda bagaimana takdir Allah berkehendak hingga saya bisa berinteraksi dengan KAMMI hingga hari ini. Saya memang sejak kecil memiliki ketertarikan terhadap carut marut politik (sifat ini belakangan saya ketahui ada yang menyebutnya sense of politic atau muyul siyasi), walaupun informasi yang sampai ke saya saat itu hanya dari radio. Hal ini tak terlepas dari orang tua saya, yang walaupun PNS dan pernah menjadi fungsionaris GOLKAR tingkat Desa, tetapi masih punya pandangan politik yang luas. Informasi yang menarik bagi saya saat itu adalah keberanian seorang tokoh untuk menyuarakan aspirasinya (dan belakangan saya baru ketahui pula beliau adalah anggota kehormatan KAMMI), yaitu Dr. Amien Rais. Saya sendiri tidak tahu, apakah saya lupa, kurang menyimak, atau memang nama KAMMI tak pernah disebut di radio saat itu, sehingga saya benar-benar tak tahu kalau sebenarnya massa mahasiswa yang turun tersebut dimotori oleh KAMMI.
Perkenalan saya dengan KAMMI dimulai saat saya masih sekolah di MAN 2 Pontianak, saat itu saya bahkan masih kelas XI. Perkenalan pertama saat ada aksi simpatik untuk Palestina dan menjadi aksi pertama saya. Walaupun saat itu aksinya tidak membawa bendera KAMMI, namun saya sempat berbincang-bincang dengan seorang yang mengaku alumni MAN 2 dan kuliah di STAIN, kalau tidak salah namanya Bang Asep atau Bang Cecep. Selain itu, saya juga mulai didekatkan dengan KAMMI lewat pembina ekstrakulikuler yang saya ikuti yaitu Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) yaitu Bang Zamzami. Bahkan saat Bang Zamzami tidak sempat lagi membimbng kami karena kesibukan beliau, penggantinya juga berasal dari KAMMI, yaitu Bang Wahid, Kak Eka Damayanti, Kak Mimi, dan Bang Ishak. Nah, dari Bang Ishak inilah saya jelas sekali dikenalkan kepada KAMMI. Suatu malam Bang Ishak bersilaturahim kerumah saya dan menyampaikan “pesan” dari Bang Zamzami berupa baju kaos KAMMI. Di kaos itu tertulis dengan huruf besar-besar “Tuntaskan Perubahan”. Dari sanalah saya berpikir bagaiman cara saya menggunakan baju yang “luar biasa” itu. Tentu saja saat itu saya sedikit-sedikit telah mengetahui apa itu KAMMI lewat berita-berita di TV atau bacaan-bacaan di SABILI misalnya, sehingga saya tidak berani asal saja menggunakan baju tersebut.
Hingga tibalah saatnya saya masuk kuliah. Ada yang menarik dari pengalaman saya saat sekolah di MAN 2. Walaupun di sekolah kami tidak diperbolehkan adanya ROHIS dengan alasan karena MAN 2 adalah sekolah agama (kalau bahasa Bang Marhadi, jualan es di kutub), tetapi kami berhasil membuat suatu komunitas dengan berkedok Tim Pembuat Buletin (FSRM, Forum Studi Remaja Muslim) yang hanya bertahan 2 tahun sejak kami lulus. Di komunitas ini kami menggalakkan aktivitas sholat Dhuha dan diskusi-diskusi kecil ba’da Dhuha serta menerbitkan buletin. Saat pembuatan bulletin inilah, kami sempat berkenalan dengan HTI. Lewat teman saya yang ayahya seoarang simpatisan HTI, kami kerap membaca Al-Wa’i dan menonton video-video dari HTI. Bahkan saat proses pembuatan buletin kami dibimbing langsung oleh Bang Muslim, pentolan HTI di Kalimanatan Barat. Tentu saja kami tidak tahu apa yang berkembang di pergerakan, kami merasa smua gerakan sama saja. Hingga suatu saat seorang teman saya yang ikut “Sang Bintang School” bercerita dengan Bang Yunsirno terkait kegiatan kami di sekolah dan Bang Yunsirno menyarankan kami untuk “menjauhi” pengaruh dari luar dan harus mandiri. Saat itulah sedikit demi sedikit kami menjauh dari HTI dan mencoba mandiri, walaupun akhirnya tetap saja salah satu teman saya terekrut sebagai HTI. Yang menarik adalah, dari 8 orang teman saya di komunitas tersebut, 5 orang saat ini tercatat sebagai anggota KAMMI, 2 orang di Malang, 1 orang di Yogyakarta, 1 orang di Singkawang, dan saya sendiri di Pontianak. Hal ini tak terlepas dari komitmen kami untuk terus kompak dan berada di “jalur yang benar”, dan kami sepakat bahwa KAMMI adalah “jalur yang benar” itu, InsyaAllah.
Secara resmi saya bergabung dengan KAMMI saat masih di semester satu. Lewat mentor saya, Bang Fadly, saya diperkenalkan lebih detail dengan KAMMI dan menyarankan saya dan teman-teman untuk mengikuti Daurah Marhalah 1. Dari 8 anggota kelompok mentoring kami, hanya 4 orang yang bersedia ikut dan hingga saat ini tinggal saya sendiri yang bertahan di struktur KAMMI, Alhamdulillah. Tahun kedua saya di kampus sempat tidak terlalu aktif di KAMMI karena mendapat amanah sebagai KABID PSDM LDF FIKRI, amanah yang cukup menguras pikiran dan tenaga karena saya sama sekali tidak paham akan kaderisasi dan banyaknya agenda internal yang harus dikerjakan. Akan tetapi, saya juga tercatat di kepengurusan KOMSAT sebagai staf Kaderisasi hingga kurang lebih 3 bulan dan akhirnya saya benar-benar menghilang dari KAMMI. Hingga akhirnya amanah di LDF selesai dan saya di amanahkan di BEM sebagai Menteri SOSPOLAD, saya ditarik kembali ke KOMSAT sebagai staf KP dan mengikuti Daurah Marhalah 2. Dari sinilah titik tolak saya jatuh cinta kepada KAMMI.
Saat ditugaskan untuk menulis tentang “Mengapa Aku Mencintai KAMMI?”, saya sempat bertanya ke Bang Sahri apakah tak lebih baik pertanyaannnya adalah “Apakah Aku Mencintai KAMMI?”, sehingga bisa saja jawabannya nanti adalah “Ternyata Aku Tidak Mencintai KAMMI” atau “Ya, Aku Mencintai KAMMI”. Akan tetapi pertanyaan ini terlalu beresiko, karena setelah dipikir-pikir ternyata proses jatuh cinta kepada KAMMI bukanlah seperti jatuh cinta pada lawan jenis, misalnya, yang bisa saja lewat “pandangan pertama”. Inilah uniknya cinta kepada KAMMI, saat lebih banyak berinteraksi dengan KAMMI maka Anda akan lebih cinta lagi kepada KAMMI, demikian pula sebaliknya saat Anda menjauh dari aktivitas KAMMI maka bisa saja cinta Anda akan hilang. Misalnya yang terjadi kepada saya yang jatuh cinta kepada KAMMI berkali-kali. Mulai dari ikut Daurah Marhalah 1 (Daurah pertama yang saya ikuti saat kuliah), Daurah Marhalah 2 (Daurah paling berkesan hingga saat ini), MUSKOM (lho, kok saya yang terpilih?), dan yang terakhir Up Grading calon pengurus KAMMDA (ooh, ini lho KAMMI, seru juga ^_^), mungkin kedepannya akan ada momen-momen indah yang lain sehingga saya jatuh cinta lagi kepada KAMMI.
Baiklah, saya akan mencoba mengurai pertanyaan mengapa aku mencintai KAMMI. Dimulai dari sejarah lahirnya KAMMI yang heroic, baik di pusat maupaun di Kalimantan Barat. Dengan alasan ini saja, sebenarnya KAMMI layak mendapat tempat di hati setiap pemuda Islam di Indonesia dan Kaimantan Barat pada khususnya. Betapa tidak, disaat stagnansi gerakan pemuda dan mahasiswa saat itu, KAMMI muncul memberikan pencerahan dengan “Bergerak Tuntaskan Perubahan”. Selain itu, semakin saya “berinterkasi dan mengkaji” KAMMI, saya menemukan banyak “keanehan”. Anehnya tentu saja bagi orang yang pertama kali mendengar atau melihatnya. Misalnya ideology, visi, dan misi yang diusung KAMMI. Saya sempat merasa tidak masuk akal saat pertama kali membaca hal ini, terlalu luar biasa, terlalu muluk-muluk, dan bahkan mustahil dapat diwujudkan. Akan tetapi, dengan pengkajian yang lebih mendalam di Daurah Marhalah 2 (mudah-mudahan nanti juga di MK 2), semua itu tampak masuk akal dan saya optimis KAMMI dapat mewajudkannya karena didukung oleh manhaj yang jelas dan benar, insyaAllah.
Hal kedua yang membuat saya cinta kepada KAMMI adalah keanehannya (atau mungkin keanehan anggotanya?) dalam menyikapi sesuatu. Itulah yang saya alami saat MUSKOM dan agenda lainnya di KAMMI. Berbeda rasanya saat saya terlalu banyak berinteraksi hanya di kampus dengan segala permasalahan internalnya, saat di KAMMI ternyata yang dibicarakan adalah rekayasa social, ekstraperlementer, atau intelektual profetik, sesuatu yang tentu saja sangat jauh lebih besar dan lebih layak diberikan porsi tenaga dan pemikiran di sana. Dan pertanyaan pertama yang muncul adalah siapakah saya itu sehingga begitu berani mengambil peran strategis ini? (inilah pertanyaan yang mendesak-desak dikepala saya saat MUSKOM berlangsung). Pertanyaan yang akhirnya saya dapatkan jawabannya, saya adalah KAMMI, sehingga jawaban tersebut bagi saya adalah siapakah KAMMI sehingga begitu berani mengambil peran strategis ini? Dengan pertanyaan seperti ini maka seharusnya seluruh kader KAMMI akan optimis bergerak dalam aktivitasnya, karena kita adalah KAMMI, dan KAMMI dengan ideology dan jamaahnya akan merebut takdir kemenangannya, InsyaAllah.
Akhirnya inilah ikhtiar saya dalam menjawab “Mengapa Aku Mencintai KAMMI?”. Kebenaran adalah dari Allah, dan janganlah kita merasa ragu. Wallahualam.
Peserta Up Grading Calon Pengurus KAMMI Daerah Kalbar Kafilah Umar Bin Khattab
Share on Google Plus

About Unknown

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar